Secara umum food additive atau
bahan tambahan makanan (BTM) berarti bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam
makanan selama produksi, pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan untuk tujuan
tertentu. Sedangkan Kementerian kesehatan RI berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 mendefinisikan btm sebagai setiap bahan,
termasuk sumber radiasi apapun, yang penggunaannya dalam makanan diharapkan
menghasilkan atau mempengaruhi karakteristik makanan tersebut. Peranan btm
dalam industri makanan ditujukan untuk :
- Untuk mempertahankan nilai gizi,
- Untuk konsumsi segolongan orang tetentu yang memerlukan makanan diit,
- Untuk mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat-sifat organoleptik sehingga tidak menyimpang dari sifat alamiah, dan dapat membantu mengurangi makanan yang dibuang atau limbah,
- Untuk keperluan pembuatan , pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, pemindahan atau pengangkutan
- Membuat makanan menjadi lebih menarik.
Namun pengggunaan BTM tersebut tidak
diperbolehkan untuk maksud sebagai berikut :
- Menyembunyikan cara pembuatan atau pengolahan yang tidak baik
- Menipu konsumen, misalnya untuk memberi kesan baik pada suatu makanan yang dibuat dari bahan yang kurang baik mutunya,
- Mengakibatkan penurunan nilai gizi pada makanan.
Berbagai btm yang digunakan pada
industri makanan biasanya dalam bentuk sintetik. Btm tersebut antara lain
antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih tepung,
pengemulsi, pemantap dan pengental, pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa,
sekuastran, enzim dan penambah gizi. Bahan tambahan lain adalah humektan,
antibusa, bahan pembantu, carrier
solvent, karbonasi dan gas pengisi,
penyalut dan pengisi. Btm yang dibuat secara sintetik mempunyai kelebihan yaitu
lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Namun juga memiliki kelemahan,
yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang
berbahaya bagi kesehatan, dan kadangkadang bersifat karsinogenik. Pada bahasan ini
btm dibatasi pada btm yang berbahaya, seperti MSG, pewarna buatan, pemanis
buatan, formalin, dan boraks.
Monosodium
Glutamat
Monosodium glutamat (MSG) adalah
salah satu BTM sebagai penegas rasa atau pembangkit rasa (flavor
enhancer/flavor potentiator). Penegas rasa adalah bahan-bahan yang dapat
meningkatkan rasa enak atau menakan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan
makanan, sedangkan bahan itu sendiri tidak atau sedikit mempunyai cita rasa.
Asam glutamat merupakan komponen pembentuk protein dan termasuk salah satu dari
asam amino, terdapat di semua protein di dalam makanan, seperti daging, ikan,
susu, kacang-kacangan, jagung, tomat, bayam dan wortel. Bagi ibu rumah tangga
nama vetsin atau motto lebih memasyarakat daripada MSG, yang diiklankan sebagai
Ajinomoto, Sasa, Miwon dll. Makanan tradisional banyak yang mengandung MSG
(C4H8NnaO4.H2O) secara alami, diantaranya kecap, miso dan tauco.
Peranan MSG dalam membangkitkan cita
rasa adalah menstimulasi receptor cita rasa pada sel-sel cecapan yang terdapat
di permukaan lidah manusia, msg memiliki rasa yang unik yang disebut rasa dasar
ke lima yang disebut umami (Jepang) artinya nikmat atau lezat.
Konsumsi MSG dapat mengakibatkan
gejala alergi yang disebut Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Gejala CRS
dialami orang yang makan di restoran Cina setelah 20 – 30 menit, dengan dosis
lebih dari 5 g adalah kesemutan pada punggung leher, bagian rahang bawah,
lengan serta punggung lengan menjadi panas, wajah berkeringat, sesak dada, dan
sakit kepala. Percobaan pemberian MSG pada makanan kepada bayi tikus putih dan
monyet menimbulkan akibat kerusakan beberapa sel-sel syaraf di dalam bagian
otak yang disebut hypothalamus, akibatnya tikus dan anak monyet menjadi pendek
dan gemuk serta mengalami kerusakan retina mata. Ibu-ibu yang sedang hamil dan
mengkonsumsi MSG dalam jumlah yang besar, di dalam plasentanya ditemukan MSG
dua kali lebih banyak dibanding dalam serum darah ibunya.
Berbagai penelitian selanjutnya
cenderung mengatakan bahwa MSG termasuk BTM yang aman dan ketentuan ADI-nya (Acceptable
Daily Intake) dinyatakan sebagai “not specified”, artinya memiliki
derajat keamanan yang tinggi yang sangat dikehendaki. Namun demikian beberapa
dalam peraturannya msih mewajibkan pencantuman adanya MSG dalam label sebagai flavor
enhancher. Daftar flavor enhancher yang diijinkan untuk makanan
diantaranya asam guanilat, asam inosinat, dan kalsium atau natrium 5′
ribonucleotida.
Pewarna
Buatan
Penentuan mutu bahan pangan umumnya
tergantung pada beberapa faktor, namun faktor warna sangat menentukan. Di
samping itu warna dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan.
Pencampuran atau cara pengolahan yang baik dapat ditandai dengan adanya warna
yang seragam dan merata. Suatu bahan pangan dapat berwarna antara lain dengan penambahan
zat warna. Berdasarkan sumbernya ada 2 jenis zat pewarna, yaitu pewarna alami
dan pewarna buatan. Pewarna alami dianggap aman sehingga pada bahan ajar ini
yang dibahas adalah pewarna buatan. Peraturan mengenai jenis pewarna buatan
yang diijinkan terlampir .
Berdasarkan kelarutannya dikenal dua
macam pewarna buatan yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat
pewarna yang bersifat larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna dan
dapat digunakan untuk mewarnai bahan makana. Setiap jenis penggunaan memerlukan
dyes dalam bentuk tertentu, misal bentuk bubuk atau granula untuk mewarnai
minuman ringan, bentuk pasta atau dispersi untuk roti, kue, kembang gula, dan
bentuk cairan untuk produk-produk susu. Sedangkan lakes dibuat melalui
proses pengendapan dan absorpsi dyes pada radikal basa yang dilapisi dengan
aluminium hidrat. Lakes tidak larut pada hampir semua pelarut. Kandungan dyes
dalam lakes disebut pure dyes content (pdc).
Lakes umumnya mengandung 10 – 40 %
dyes murni. Lakes banyak digunakan untuk produk yang tidak boleh terkena air,
produk yang mengandung lemak dan minyak seperti tablet, tablet yang diberi
pelapisan, campuran adonan kue dan donat dan permen.
Pemakaian pewarna buatan dalam
makanan mempunyai dampak positif diantaranya dapat membuat suatu makanan lebih
menarik, meratakan warna makanan, dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang
hilang atau berubah selama pengolahan. Namun penggunaannya dapat memberi dampak
negatif bila bahan pewarna buatan : 1) dimakan dalam jumlah kecil namun berulang,
2) dimakan dalam jangka waktu yang lama, 3) kelompok masyarakat luas dengan
daya tahan yang berbeda-beda, 4) berbagai lapisan masyarakat yang mungkin
menggunakan bahan pewarna secara berlebihan, dan 5) penyimpanan yang tidak
memenuhi persyaratan.
Proses pembuatan zat pewarna buatan
melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering
terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Zat
pewarna dianggap aman bila kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,000014 %,
timbal tidak boleh lebih dari 0,001 % dan logam berat lainnya tidak boleh ada.
Di Indonesia sering terjadi
penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk
mewarnai bahan makanan. Hal tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya
residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut
antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk
makanan, harga lebih murah dan memberi warna yang lebih menarik.
Beberapa bahan pewarna yang dilarang
digunakan untuk adalah Rhodamin B, dan Amaranth yang berwarna
merah serta Methanil Yellow yang berwarna kuning. Penelitian pada
minuman di berbagai daerah menggunakan Rhodamin B yakni 8 % jenis minuman di
Jakarta, 14,5 % di Bogor, 17 % di rangkasbitung, sedangkan di kota-kota kecil
dan di desa-desa sebanyak 24 %. Di Semarang minuaman yang mengandung Rhodamin B
ternyata mencapai 54,55 % dari 22 contoh yang diuji, dan 31,82 % dari 44 contoh
makanan yang diuji poitif mengandung Rhodamin B, Methanil Yellow atau Orange
RN.1.
Pemanis
Buatan
Pemanis buatan adalah bahan tambahan
makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir
tidak mempunyai nilai gizi. Pemanis buatan tersebut digunakan pada makanan yang
ditujukan untuk penderita diabetes mellitus atau untuk makanan diit agar badan
tetap langsing.
Pemanis buatan tersebut adalah
sakarin, siklamat dan aspartam. Sakarin dan siklamat telah dilarang
penggunaannya di Amerika Serikat tetapi ironinya banyak digunakan di Indonesia.
Sakarin memiliki daya kemanisan 300
kali dari gula pasir dan siklamat hanya 30 kalinya. Siklamat banyak digunakan
dalam kombinasi dengan sakarin. Penggabungan ke dua pemanis tersebut akan
menghasilkan kemanisan yang saling mendukung, meningkatkan daya simpan dan
mengurangi rasa pahit (after taste) yang diakibatkan oleh sakarin.
Hasil penelitian Vitalaya (1993)
pada makanan jajanan yang beredar di tujuh lokasi penelitian yaitu Jakarta,
Bogor, Rangkas Bitung, Cibadak, Rengasdengklok, Pacet dan Cikampek menemukan
penggunaan pemanis buatan pada hampir semua jenis makanan jajanan. Penelitian
lain yang dilakukan YLKI terhadap 30 macam merek sirup didapatkan 46,6 %
memakai pemanis buatan, dengan rincian 6 contoh sirup memakai sakarin, 4 contoh
sirup memakai siklamat dan 3 contoh memakai keduanya. Sedangkan penelitian pada
makanan jajanan yang dijual di Sekolah dasar, seperti limun merah, limun
kuning, manisan kedondong dan es coklat menggunakan kombinasi sakarin dan
siklamat. Jumlah sakarin berkisar antara 36,5 – 113 ppb, sedangkan siklamat
terdeteksi sekitar 0,05-0,07 ppb (Winarno dan Titi S. Rahayu, 1994).
Walaupun demikian penggunaan sakarin
dan siklamat perlu dibatasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No
722/Menkes/Per/IX/88, kadar maksimum sakarin yang diperbolehkan dalam makanan /
minuman berkalori rendah dan untuk penderita diabetes mellitus sebesar 300
mg/kg , sedangkan siklamat sebesar 3 g/kg bahan makanan / minuman.
Aspartam adalah pemanis buatan yang
diijinkan dan dianggap aman, kecuali untuk penderita penyakit genetis yaitu PKU
(Phenyl Keton Urea) dilarang karena dapat menyebabkan kerusakan otak
dengan akibat cacat mental. Konsumsi harian yang aman untuk aspartam adalah
sebesar 40 mg/kg berat badan.
Formalin
dan Boraks
Penggunaan formalin dalam pembuatan
tahu telah dilakukan oleh sebagian produsen tahu. Penelitian penggunaan
formalin pada tahu di tingkat produsen dan pedagang di Jakarta ditemukan 10 %
(produsen) dan 28 % (pedagang) positif menggunakan formalin dengan kadar 1,09
%. Hal serupa ditemukan di Bandung 1,92 % (pedagang), dan di Bogor 3,8 %
(produsen) dan 5 – 12 % (pedagang) dengan kadar formalin kurang dari 0,025 %.
Boraks dan formalin ditemukan secara
dalam pembuatan mie basah. Sebanyak 86,49% mie basah yang diambil sebagai
contoh berasal dari daerah Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya
mengandung asam borat (boraks) dan 76,9% mie basah mengandung boraks dan
formalin bersama-sama. Dalam mie kering tidak terdeteksi adanya boraks maupun
formalin. Temuan di Pasar Kodia Malang diperoleh hasil lima dari tujuh merek
mie basah positif mengandung boraks dan tidak satu pun yang mengandung
formalin, serta 6 merek mengandung pewarna sintetis yang diperbolehkan.
Penelitian serupa dilakukan oleh Balai POM Jawa Tengah tahun 1998, 100 %
industri mie basah ( 5
perusahaan) positif menggunakan
formalin, tetapi tidak ada yang menggunakan boraks. Boraks juga banyak
digunakan pada bakso. YLKI tahun 1990 menemukan 52,38 % bakso positif memakai
boraks sebagai pengawet. Penggunaan boraks pada bakso akan menghasilkan bakso
yang kering, kesat atau kenyal teksturnya dan awet. Daftar bahan pengawet yang
diijinkan untuk makanan terlampir.
Di Malaysia pernah dilaporkan
terjadi kasus kematian 14 anak yang diduga mengkonsumsi mie. SK Menteri
Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 menyatakan boraks maupun formalin telah
dilarang penggunaannya untuk ditambahkan ke dalam makanan, karena bersifat
racun bagi tubuh manusia.
Pemakaian formalin (formaldehida)
pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala
sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret
berdarah, timbulnya depresi susunan syaraf dan gangguan peredaran darah.
Sedangkan pengaruh formalin pada dosis yang sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi
(kejang-kejang), haematuri(kencing darah) dan haematomesis (muntah
darah) yang berakhir dengan kematian.
Boraks yang dikonsumsi, tidak secara
langsung berakibat buruk pada kesehatan, tetapi boraks tersebut diserap dalam
tubuh secara kumulatif. Boraks yang terserap dalam tubuh akan disimpan secara
akumulatif dalam hati, otak dan testes. Penelitian pada tikus menunjukkan
adanya pengaruh boraks pada enzimenzim metabolisme dan alat reproduksi. Hasil
penelitian menyatakan bahwa dosis boraks 1170 ppm 90 hari mengakibatkan testes mengecil
dan dosis boraks yang lebih tinggi yakni 5250 ppm dalam waktu 30 hari dapat
mengakibatkan degenerasi gonad.
Sumber : http://gizimu.wordpress.com/2011/11/07/btm-berbahaya/
1 komentar:
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.pengurangan biaya yang dijalankan
Harga
Terjangkau
Cost saving
Solusi
Penawaran spesial
Salam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
Coagulan
Flokulan
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Degreaser & Floor Cleaner Plant
Oli industri
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
Other Chemical
RO Chemical
Hand sanitizer
Evaporator
Oli Grease
Karung
Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
Zinc oxide
Thinner
Macam 2 lem
Posting Komentar